Senin, 08 September 2008

DAMPAK KONFIK BAGI GEMBALA DAN GEREJA

Sama seperti konflik yang selalu berdampak negatif, tidak terkecuali dalam konflik pengurus dengan gembala. Pertentangan yang tidak terkendali dan cenderung untuk menentukan kalah menang dari pada mencari kebenaran, lebih bersifat destruktif dari pada konstruktif.
Bila kondisi ini terus berkepanjangan maka dampaknya merugikan semua pihak, termasuk gembala sidang, pelayanan gereja, dan seluruh individu yang terlibat pertikaian.

Menciptakan Tekanan dan Permusuhan.
Ketika gereja berjalan dalam keadaan sakit karena pertikaian maka gembala sebagai pemimpin rohani mengalami dampak negatif paling besar. Di masa-masa konflik terjadi, tidak jarang rapat-rapat diwarnai dengan ungkapan-ungkapan emosional, kasar dan tidak logis. Situasi ini tentu saja menyesakkan dada dan sangat berpengaruh kepada seluruh kehidupan serta pelayanan. Padahal “ bila kerohanian gembala menjadi dingin, maka kerohanian kawanan domba pun akan demikian.”

Derek J. Tindball mengungkapkan : “Kehidupan penggembalaan dapat membawa sukacita yang besar dan pahala yang luar biasa, tetapi dapat juga membawa kepedihan dan sangat merugikan dan tidak ada seorang pun yang lebih rentan terhadap luka-luka yang disebabkan oleh orang lain dibandingkan dengan gembala yang sejati.” Rich Laskowski, seorang hamba Tuhan yang secara khusus melayani pelayanan rekonsiliasi berpusat di South Bend, Indiana 46635 USA pada tahun 2004 menyebutkan “lebih dari 1400 pendeta setiap bulan meninggalkan gereja, kebanyakan karena konfik dengan anggotanya.”

Dalam keadaan normal apalagi sedang berkonflik, bagaimana pun pandainya seorang gembala menjalankan pelayanan dan kebijakan kepemimpinan gereja, ia bisa menyinggung perasaan sebagian orang sementara menyenangkan orang lain. Situasi seperti ini tentu menimbulkan ketakutan-ketakutan lainnya. Apa yang dirasakan seorang gembala dalam situasi konflik diutarakan dengan rinci oleh Jock E. Ficken :

1. It pushes me away from sound judgment. Conflict pushes me, like an opposing magnetic force, away from sound, godly judgment. Instead, I am magnetized toward self-doubt, stubbordness, self pity, self indulgence, or solemn resignation. 2. It affects my preaching. 3. It makes me reluctant to lead. 4. It affects my family. As a result of conflict, often my family gets of emotional energy. 5. It isoletes me.

Tekanan itu begitu kuat sehingga seorang gembala sepertinya tidak bisa berbuat apa-apa yang lebih baik. Belum lagi gembala harus diperhadapkan dengan tugas-tugas pelayanan gereja yang menuntut tenaga dan konsentrasi pikiran. Tidaklah mengherankan “ bahwa pelayanan kependetaan merupakan pekerjaan yang membuat orang kesepian dan stress, terutama karena berbagai tuntutan dan harapan yang tinggi, yang dihadapi oleh gembala.”

Kondisi ini semakin rumit karena dalam situasi konflik hampir-hampir tidak ada komunikasi yang membangun, semua serba rentan dan sensitif dengan melahirkan masalah-masalah baru yang semakin memperpanjang serta memperluas konflik. Apalagi “ perselisihan di dalam gereja sering bergabung dengan pertentangan di luar gereja untuk menghasilkan kekecewaan.”

Stagnasi Pelayanan.
Adanya konflik tanpa disadari, pelan namun pasti, jemaat meskipun tidak melihat atau terlibat secara langsung pertikaian merasakan atmosfer yang ada. Sebab menurut Ron Jenson dan Jim Stevens : ”Kita bukan saja harus berusaha tampak baik, namun tekanannya lebih kepada semangat gereja-Nya, keaslian dan kenyataan dari kehidupannya. Gereja menarik karena keaslian-ketulusannya. Orang dapat merasakan denyut kehidupan di bawah permukaan bangunan-bangunan, program-program dan struktur-struktur. Mereka juga dapat merasakan jika api itu padam, jika perpecahan dalam lembaga menjadi utama. Perasaan ini menghancurkan dan menjijikkan.”

Kehancuran dan Perpecahan.
Bila konfrontasi dalam area destruktif tanpa akhir, seringkali jalan terakhir menuju kepada perpecahan. Pelayanan menjadi berantakan, tidak ada yang diuntungkan kecuali membawa hati yang luka. Kalau pun dianggap positif mungkin adanya gereja baru sebagai buah perpecahan.

Memang perpecahan tidak selalu bersifat merusak, akan tetapi terlepas dari alasan-alasan yang membenarkan perpecahan untuk perkembangan gereja, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa perpecahan kemungkinan besar merusak. Yesus memperingatkan bahwa :” Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan ( Matius 12:25).

Tidak ada komentar: